Selasa, 07 Januari 2014

HUBUNGAN FREKUENSI ISPA DENGAN STATUS GIZI BALITA

Karakteristik sampel
Dari 180 sampel diperoleh 82 perempuan (45,6%), dan 98 (54,4%). Usia termuda
adalah 2 bulan dan usia tertua adalah 56 bulan. Rata-rata umur sampel adalah 22,4
bulan dengan simpangan baku 13,9. Berat badan terendah 4,5 kg dan tertinggi 25 kg.
Rata-rata berat badan adalah 10,1 dengan simpangan baku 3,1. Dari uji normalitas
diperoleh sampel berdistribusi normal (p>0,05). Berdasarkan stándar WHO 2005
diperoleh sebanyak 4 anak (2,2%) mempunyai status gizi buruk, 31 anak mempunyai
status gizi kurang (17,2%), 144 anak mempunyai status gizi baik (80%), dan 1 orang
anak mempunyai status gizi lebih (0,6%). Gizi buruk terjadi pada anak berusia 4, 9,
12, dan 48 bulan sedangkan gizi kurang sebagian besar terjadi diatas usia 1 tahun.
 4Frekuensi ISPA paling banyak adalah 1 kali sebanyak 77 sampel (42,8%), diikuti dua
kali sebanyak 71 sampel (39,4%), 3 kali sebanyak 30 sampel (16,7%), dan terakhir 4
kali sebanyak 2 sampel (1,1%).
Status Gizi
Tingginya angka status gizi kurang (17,2%) dan gizi buruk (2,2%) menunjukkan
bahwa kota Semarang memiliki masalah gizi yang berat. Terdapatnya kasus
malnutrisi pada semua golongan umur menunjukkan bahwa malnutrisi pada anak
mungkin tidak dapat diatasi sehingga terus berlangsung. Hal ini mungkin disebabkan
karena keadaan sosial ekonomi masyarakat yang kurang baik, ketidaktahuan
masyarakat tentang gizi, dan kurangnya peran pemerintah dalam usaha perbaikan
status gizi masyarakat. Penanganan gizi buruk sebaiknya tidak hanya difokuskan di
pelayanan kesehatan pemerintah saja, namun juga harus disebarluaskan di pelayanan
kesehatan swasta karena biasanya tenaga kesehatan yang bekerja di pelayanan
kesehatan swasta tidak melaporkan atau bahkan menyadari adanya pasien gizi buruk
yang berobat ke tempat mereka. Mereka biasanya hanya terfokus pada penyakit yang
dikeluhkan saja. Dengan penyebarluasan informasi mengenai gizi buruk di pelayanan
kesehatan swasta akan membuat tenaga medis yang bekerja di tempat tersebut lebih
peduli sehingga dapat membantu mengatasi masalah gizi buruk di masyarakat.
Tenaga kesehatan harus sering turun ke lapangan untuk memberikan penyuluhan
langsung kepada masyarakat terutama pada kaum ibu tentang masalah gizi sehingga
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya zat gizi untuk
anak-anak mereka.
 Pencegahan malnutrisi pada anak juga dapat dilakukan dengan
pemeriksaan kehamilan rutin sejak dini. Gizi buruk pada balita bisa terjadi karena
gangguan pada masa kehamilan seperti defisiensi zat gizi pada ibu hamil. Hal ini
dapat diketahui apabila ibu hamil rutin memeriksakan kehamilannya. Di Indonesia,
masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan adalah hal biasa, tidak perlu
diperiksa secara rutin. Ada juga ibu hamil yang lebih senang memeriksakan
kehamilan pada dukun bayi yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang
masalah kehamilan. Hal ini membuat gangguan pada masa kehamilan terutama
 5defisiensi zat gizi tidak terdeteksi sehingga terus berlangsung sampai janin dilahirkan.
Bayi yang selama dalam kandungan mengalami defisiensi zat gizi pasti akan
mempunyai masalah dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Apalagi sering
terjadi defisiensi zat gizi ini terus berlangsung pada bayi, sehingga pertumbuhan dan
perkembangannya sangat kurang, jauh di bawah normal.

selengkapnya, click disini

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates